https://tangsel.times.co.id/
Berita

Instalasi Seniman Yogyakarta Warnai Pameran Natal Vatikan 2025, Angkat Kisah Perempuan Mollo

Rabu, 24 Desember 2025 - 16:54
Instalasi Seniman Yogyakarta Warnai Pameran Natal Vatikan 2025, Angkat Kisah Perempuan Mollo Karya seniman Yogyakarta, Maria Tri Sulistyani, menjadi bagian dari The International Exhibition 100 Presepi in Vaticano (FOTO: Harianjogja)

TIMES TANGSEL, YOGYAKARTA – Nama seniman asal Yogyakarta, Maria Tri Sulistyani mencatatkan sejarah di panggung seni internasional setelah karyanya terpilih tampil dalam pameran Natal bergengsi di Vatikan.

Melalui instalasi bertema penenun Mollo, Nusa Tenggara Timur, Maria membawa pesan harapan, solidaritas, dan keberpihakan pada kelompok marginal ke jantung perayaan Natal dunia.

Karya instalasi seni seniman Yogyakarta, Maria Tri Sulistyani, menjadi bagian dari The International Exhibition 100 Presepi in Vaticano, rangkaian perayaan Natal 2025 yang digelar di Lapangan Santo Petrus, Vatikan. Pameran ini berlangsung mulai 8 Desember 2025 hingga 6 Januari 2026 dan diikuti ratusan seniman dari berbagai negara.

Dalam ajang prestisius tersebut, Maria menjadi satu-satunya perwakilan Indonesia yang karyanya dipamerkan bersama 132 instalasi gua Natal dari 23 negara, antara lain Italia, Spanyol, Kroasia, hingga Amerika Serikat. Kehadiran karya Maria sekaligus menandai partisipasi perdana Indonesia dalam pameran ini.

Instalasi nativitas yang dihadirkan Maria berjudul Waving Hope atau Menenun Pengharapan. Karya berdimensi 135 x 135 x 65 sentimeter itu mengangkat kisah perjuangan perempuan penenun di Mollo, Nusa Tenggara Timur, yang menjaga alam dan identitas budaya melalui tradisi menenun.

Dalam karyanya, Maria memvisualkan tangan-tangan yang menopang Keluarga Kudus. Tangan tersebut dimaknai sebagai simbol dukungan bagi para penenun, petani, gembala, sekaligus gambaran tiga orang majus yang membawa hadiah dari kejauhan. Menurutnya, tangan itu melambangkan keyakinan bahwa kebaikan akan tumbuh ketika manusia mau memulainya.

“Nuansa Mollo sangat kuat. Keluarga Kudus dibalut kain tenun dari Mollo. Mollo bukan hanya nama wilayah di NTT, tetapi juga bermakna perempuan dari gunung yang dipercaya leluhur untuk menjaga batu, mata air, dan hutan,” ujar Maria, Rabu (24/12/2025).

Maria menuturkan kain tenun dalam instalasi tersebut merepresentasikan perlawanan terhadap keserakahan dan kerusakan alam.

Ia menyinggung perjuangan perempuan Mollo yang selama bertahun-tahun menenun di lereng Gunung Mutis, wilayah yang terdampak aktivitas pertambangan sejak 1999. Bagi masyarakat Mollo, merusak alam berarti merusak keseimbangan hidup.

“Jika kelahiran Yesus dilihat dalam konteks hari ini, maka Keluarga Kudus hadir dan ditemani mama-mama penenun dari Mollo,” tutur pendiri Papermoon Puppet Theatre itu.

Proses partisipasi Indonesia dalam pameran ini melibatkan Program Studi Kajian Budaya Universitas Sanata Dharma. Tim akademisi berperan dalam pendalaman konseptual, riset budaya, serta penguatan kerangka teologis dan sosial dari karya instalasi tersebut.

Ketua Steering Committee delegasi Indonesia, G. Budi Subanar, SJ, menjelaskan narasi karya Maria sejalan dengan pesan utama Natal. Yesus lahir di tengah kaum kecil dan marginal, sebuah realitas yang hingga kini masih dialami oleh masyarakat yang berjuang mempertahankan tanah, air, hutan, dan warisan budayanya.

“Pilihan menggunakan kain mama-mama Mollo untuk membungkus Keluarga Kudus merupakan simbol solidaritas yang sangat kuat,” katanya.

Pemerhati sastra dan budaya Universitas Sanata Dharma, Stanislaus Sunardi, menilai partisipasi ini sebagai wujud nyata diplomasi budaya yang melibatkan kolaborasi seniman, akademisi, dan diplomat. Narasi Natal, kata dia, diterjemahkan dalam konteks Indonesia yang majemuk dan kaya budaya.

“Karya ini membuka ruang keberpihakan pada kelompok tersisih, khususnya perempuan Mollo, melalui bahasa seni,” ujarnya.

Sementara itu, Pimpinan Delegasi Indonesia untuk pameran tersebut, Nina Handoko, menegaskan keikutsertaan Indonesia bukan sekadar partisipasi seni, melainkan juga upaya membawa pesan perdamaian dan harapan ke tingkat global. Ia mengapresiasi para peserta Indonesia yang berpartisipasi secara mandiri tanpa dukungan honor pemerintah.

“Ini adalah persembahan tulus untuk Kanak-Kanak Yesus dan untuk Indonesia. Seni menjadi bahasa universal untuk mempererat persahabatan antarbangsa,” paparnya. (*)

Pewarta : A. Tulung
Editor : Ronny Wicaksono
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Tangsel just now

Welcome to TIMES Tangsel

TIMES Tangsel is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.